Untuk sebuah rasa...


Author : MASefano



Tenanglah wahai rasa. 

Kamu hanya perlu waktu untuk menerima semua ini. Kamu pasti bisa mengikhlaskan apa yang terlah pergi darimu. Yakinlah wahai rasa, bahwa kau akan menemukan hal baru, yang membuat kau lupa dengan sakit hari ini. 


Tidak mengapa.

Saatini aku baik-baik saja. Aku telah memikirkan ini sejak dulu. Bahwa yang datang pasti akan pergi. Kecuali dia yang menerima segala keistimewaanmu. Aku tak pernah bermain dalam sebuah rasa. Karena itu aku selalu kecewa. Mungkin aku perlu belajar untuk bermain-main dengan perasaan. Kembali ke kalimat awal paragraf ini. 


Benar. 

Orientasi kita berbeda. Aku tak bisa memaksakan apapun untukmu. Jiwa ini menerima apapun itu. Pikirku kamu pun begitu, ternyata tidak. Ternyata hanya angan-angan yang dibumbui. Aku menjadi bertanya, kenapa setiap orang hanya datang dengan penasaran, lalu pergi setelah menemukan kekurangan ?. Benar. Manusia selalu ingin yang sempurna. 

Lihat juga Aku dan Diriku

Tidak. 

Aku tidak memaksa. Aku tidak berani untuk itu. Percuma. Sekuat apapun perjuangan, jika hatinya bukan untukku, akan tetap sakitlah yang ku temui. Atas semua ini. Aku mengerti. Bahwa rasa datang dan pergi sesukanya. Tidak. Rasa itu tumbuh karena dirawat. Dan rasa itu mati karena ditelantarkan. 


Kata orang, pelangi itu indah.

Berbagai macam cerita ada didalamnya. Pernahkah kamu berpikir, dimanakah ujung dari pelangi ?, Sederhananya, dimanakah ujung dari cerita ini ?. Hanya kau yang bisa menjawab. Aku hanya menjadi penikmat dari setiap ceritamu. Aku pernah mendengar, kira-kira tidak cukup penting, namun ini sangat berarti bagiku. Pelangi itu memang indah, tapi sekuat apapun kamu mengejarnya, ia takkan pernah kau dapatkan. Kembali ke kalimat awal paragraf ini. 


Baik-baik disana. 

Setalah ini, aku takkan mengganggumu lagi. Berbahagialah. Aku sadar, kalau aku tidaklah pantas untuk orang baik. Doa di setiap sujudku, tak berdaya. Memang, sepeda tidak akan berjalan baik jika pendayung hanya satu. Baiklah aku mengerti, aku bukan orang yang di inginkan. Segala maaf dari ruang hatiku. Selama ini banyak berbuat salah. Kembali ke kalimat pertama paragraf ini. 


Ketahuilah, bahwa aku begitu menginginkan. Berbagai bekal telah aku siapkan. Ada cita-cita yang ingin aku wujudkan. Tapi mungkin ini tidak cukup bagimu. Benar, tidak mengapa, tidak, baik-baik disana. Akan ada yg lebih indah yang datang untukmu. 


Sekarang, aku hanya bisa melihat. Tidak-tidak. Aku tak ingin melihat itu lagi. Aku ingin merawat luka. Hanya waktu yang mampu membuktikan. Aku begitu sulit memberikan perasaanku. Dan begitu sulit untuk menghilangkannya. 


Aku mengerti. Tenanglah wahai rasa.