Author : MASefano

Siang menjelang sore itu aku duduk diteras samping rumah. Sambil menatap kosong bunga-bunga milik papa yang indah berwarna. Aku masih memikirkan kata-kata Mei, teman baikku di Kampus 

“Mau sampai kapan kamu menjalin hubungan terlarang kamu sama Efan, ingat Eliza kamu sudah di jodohkan dengan Anton”.

"Mei .. aku itu masih 20 tahun, pernikahanku sama Anton itu masih  lama, nanti kalo aku udah lulus kuliah. Masih 4 tahunan lagi. Aku cinta sama Efan, Mei. Aku gak cinta sama Anton.” ujarku. 

Mei pun sedikit terdiam dan membalas 

”bukannya aku maksa kamu say.. tapi kasian Efan nantinya. Kamu bisa lihat kan betapa Efan cinta sama kamu…gimana nanti kalo saat dia semakin mencintai kamu, kamu malah menikah dengan orang lain. Pikirkan perasaannya, Mei”. 

hhuuhh….. Aku menghela napas panjang. Rumitnya kisah cintaku. Aku hanya ingin bahagia dengan orang yang Ku cintai kenapa harus sesulit ini?. Bulan depan aku sudah memasuki semester dua yang itu artinya aku akan meninggalkan Indonesia. Karena mama dan papa ingin aku pindah kuliah ke Jerman. Dikampus yang sama dengan Anton, anak teman papa sekaligus teman kecilku dulu. Orangtuaku dan orangtuanya sudah sepakat  untuk menjodohkan kami nantinya. Awalnya aku setuju-setuju saja. Tapi semenjak aku mengenal Efan semua berubah…. 


“Eliza !! Ada telfon dari Anton” teriak mama dari dalam rumah yang memecahkan semua lamunanku tentang Efan.

“iya ma.. bentar”

“Halo Eliza!” terdengar suara Anton dari seberang sana

“Hai Anton, tumben telfon aku?.”

“Tumben? bukannya emang dua hari sekali aku telfon kamu yaa?”

“oh eh ii iya,nton.. lupa.. hehe” jawabku gugup

“Lupa? kamu kenapa sih sayang? ada masalah ya kok gak konsen gitu ? apa aku ganggu kamu nih?" Ujarnya.

“oh... gak kok ton, sory-sory…. lagi banyak pikiran nih biasa deg-degan nunggu Nilai keluar.”

“oh gitu, aku yakin nilaimu pasti bagus kok sayang percaya deh sama aku…” balasnya menenangkan ku

“Nton sory yaa aku ngantuk banget telfonnya besok lagi aja ya…muach” 

Aku langsung menutup telfon Anton, jujur aku merasa sangat bersalah padanya. Dia selalu baik kepadaku. Tapi aku malah seperti ini. Aku menuju ke kamarku dan merebahkan  tubuh dikasur kesayanganku. Aku mulai memejamkan mata dan hanyut dalam khayalan tentang Efan.

Keesok harinya aku menemui Efan dan menceritakan semua padanya. Mulai dari perjodohanku dengan Anton dan tentang rencana papa yang mau memindahkan kuliahku ke luar negeri. Aku kira Efan akan marah mendengar pernyataanku, tapi dia malah memelukku dan berkata,

“Aku gak peduli kamu mau menikah dengan siapa nantinya. Yang pasti aku bahagia banget bisa merasakan cinta dari kamu.” ujar Efan menenangkan. 

Aduhhh kenapa Efan malah bicara seperti itu, aku malah semakin merasa bersalah padanya.

Baca juga cerpen Jalan

“Kamu kenapa gak marah aja sih Fan, Aku malah jadi makin sedih denger kamu ngomong kayak gitu” balasku.

“Ada suatu hal yang bikin aku gak sedih kamu punya Anton, jadi aku bisa tenang sekarang karena ada yang mencintai kamu dan lebih bisa membahagiakanmu nantinya,  sayang. Karena aku gak mungkin selamanya di samping kamu” Ucap Efan serius.

“sayang… Kamu ngomong apa sih ?” balasku dengan suara bergetar. 
Jujur aku merasa ada yang mengganjal dari kata-kata Efan tadi. Merasa sedih tak karuan. Perasaan apa ini ??

“Oiya sayang kamu tinggal satu bulan kan disini. Mending kita susun rencana-rencana aja yank. Pokoknya satu bulan ini harus kita isi dengan kenangan indah yang tak terlupakan. biar gak ada yang menyesal nantinya. Okey?” tegur Efan memecah keheningan. 

aku hanya menganggukkan kepalaku, Efan tersenyum padaku. Senyum yang aku rasa aneh...

Satu bulan terakhirku di Indonesia aku lewati bersama Efan. Jalan-jalan ke mall, piknik ke pantai, puncak, hampir semua tempat wisata di kota kami kunjungi. Bahagia sekali rasanya. Aku semakin sayang pada Efan dan semakin tak sanggup meninggalkan dia nantinya. Hari terakhir kami lewati di pantai. Sebuah pantai berpasir putih di tengah desa yang tidak banyak orang yang tahu. 

 
“sayang...?” kata Efan…
”apa sayy…?” jawabku .
”apa pesan dan kesan kamu selama satu bulan full ini bersamaku...?” dengan tatapan manis dari efan

“Ya ampunn kayak pelajaran bahasa aja deh kamu pake pesan dan kesan segala” balasku.

“Hahaha…. iya donk mau aku rekam nih, sayang. Aku udah bawa alat perekamnya nih” balasnya

“Ihh ya ampun segitunya… ehmm apa ya… bingung, sayang” sambil menyandarkan diri padanya.

“Ungkapin apa yang ada dihati kamu. Ungkapin semua yang kamu pikirkan tentang aku. Siap ya” ujarnya serasa mulai merekam.

aku mulai mengungkapkan perasaanku 


“Efan sayang… makasih banget buat satu bulan yang indah ini ya. Aku gak akan pernah melupakan kenangan kita ini. Aku sangat sangat mencintai kamu. Lebih dari apapun, fan. Maafin aku gak bisa kasih cinta yang sempurna buat kamu. Tapi jujur aku sangat ingin hidup berdua dengan kamu selamanya. Maafin aku….”

Selesai aku bicara, ku lihat mata Efan menahan air matanya. Ya Tuhan hancur sekali rasanya melihat dia nangis seperti itu. Aku merasa jadi orang paling jahat sekarang. Aku memeluknya erat. Efan pun membalas pelukanku. 


“Eliza... kamu jaga diri baik-baik ya…kamu harus bahagia. Dengan atau tanpa aku, sayang. Meskipun aku gak ada di samping kamu. Tapi aku selalu ada di hati kamu sampai kapanpun” 

kata-kata itu diucapkan dengan sangat lembut bahkan nyaris tidak terdengar. Tapi hatiku bisa merasakan kepedihan yang sangat dalam dihati Efan. 

Besoknya adalah hari dimana Nilai kita keluar, tapi dari tadi aku tak melihat sosok Efan. Perasaan khawatirpun muncul dihatiku. Ku coba menghubungi Handphonenya tapi tak aktif. Ku telfon rumahnya dan hanya dijawab oleh pembantunya. ia bilang Efan sudah berangkat dari sejam yang lalu. 

"Astaga dia kemana. Kenapa saat terakhir aku disini kamu malah tidak ada, fan. Kamu dimana...?" Teriak hatiku

Sampai tengah hari, Efan tak kunjung muncul di kampus. Aku berjalan pelan di koridor Fakultas, terbayang masa-masa aku dengannya. Tawa, canda, dan bahkan tangis menghiasi cinta terlarang kami. 

"Sayang kamu dimana…aku pengen memelukmu untuk terakhir kalinya" bisikhatiku

Sampai di gerbang mama dan papa sudah menungguku, aku harus berangkat ke Jerman hari ini juga. Aku menuju ke mobil sambil sesekali menoleh ke belakang berharap Efan datang menghampiriku. Tapi harapan ku hanyalah harapan. Ia tak akan pernah muncul saat ini. Aku masuk ke mobil tapi pandangan ku tetap ke arah belakang. Perlahan mobilku mulai berjalan. Belum lama mobil kami berjalan seperti ada yang memanggilku. 

”Efan...” seruku 

“kamu kenapa Eliza... Efan siapa...?” tanya mama dengan raut wajah kaget. 

“aku dengar ada yang manggil aku mah” balasku

Lalu aku menoleh ke belakang tapi tidak ada siapa-siapa disana. Namun hatiku yakin ada yang memanggilku dan itu adalah suara Efan. 

"Aku gak mungkin salah" gerutuku

”gak ada siapa-siapa sayang” kata papa.

Aku pasrah…. mungkin Tuhan belum mengizinkan aku bertemu dengannya. Tapi aku berjanji pada diriku sendiri, aku pasti kembali ke sini.


***

Dua tahun kemudian...

Aku mengambil cuti kuliah selama satu bulan. Dan memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Aku kangen sekali dengan mama dan papa, dan yang pasti aku sangat merindukan Efan. 

"Seperti apa dia sekarang…" senyumku mengembang membayangkan wajahnya. Tak sabar ingin langsung menemuinya. 

Siang itu juga aku pamit ke mama mau pergi ke rumah Mei. Sesampainya di rumah Mei, dia menyambutku dengan kebawelannya yang khas.

“Elizaaaa!!! Ya ampun kangen banget, kapan sampe sini kok gak kabar-kabar aku sihh... jahat banget, masuk dulu yuk” ucapnya

“Iya iya tapi abis ini anterin aku ke tempat Efan yaa..” balasku dengan nada senang

Mei terlihat kaget mendengar ucapanku. Perasaanku mendadak tak enak.

“Kenapa Mei...? kok kayaknya kamu kaget banget??” tanyaku heran,

“Kita ceritanya di dalem aja yaaa” balasnya

sesampainya didalem Mei menyuruhku duduk dikamarnya. Mei kelihatan sangat serius. Mau tak mau aku jadi semakin tak tenang.

“Kenapa Mei? ada apa sebenernya. Efan gak kenapa-kenapakan, dia baik-baik aja kan” tanyaku cemas.

“El,…. maafin aku gak crita soal ini ke kamu. Plis janji jangan marah” ujarnya

“Iya aku janji…” balasku

Mei mulai bercerita,

“Dua tahun yang lalu saat Nilai keluar, Efan gak bisa datang ke Kampus karena dia mau beliin kamu bunga tapi sayangnya dia malah kejebak macet..hapenya mati dan gak bisa hubungin kamu. Saat kamu pulang selang beberapa menit aja dia datang, dia lari ngejar mobil kamu. Tapi mobil kamu terlanjur jauh. Efan teriakin nama kamu sekencang mungkin bahkan banyak yang lihat kejadian itu. Lalu ada beberapa tukang ojek yang mangkal di depan kampus. Dia minjem salah satu motor milik tukang ojek di situ buat ngejar kamu... tapi...” kata-katanya terhenti. 

Perasaanku sangat tak karuan saat itu. 

”Tapi apa mei?” dengan nada bergetar.

“Tapi naas Efan di tabrak mobil dari arah samping, El…" lanjutnya.

“Trus dia gimana, dia gak kenapa-kenapa kan Mei dia baik-baik aja kan?” balasku dengan air mata. 

“Setelah kejadian itu Efan masih bisa bernafas, El. Orang-orang disitu bawa dia ke RS, termasuk aku. Aku nungguin dia sampai sadar. Ayah dan ibunya gak ada yang dateng. Sekitar 1 jam kemudian dokter keluar. Dokter bilang dia ingin ngomong sama aku. Aku masuk ke kamar UGD. Aku lihat nafasnya udah tersengal-segal, El. Dia nitip tape recorder ini buat kamu. Dia bilang aku harus jaga kamu. Karena dia udah gak bisa lagi jaga kamu. Setelah dia mengatakan hal itu, nafasnya berhenti, El. aku menangis dan manggil dokter. Setelah itu dokter menyatakan kalau Efan udah gak ada." Sejenak terhenti.

"Dia udah tenang di sana, sayang.” tambahnya sambil memelukku. 

 
Aku terdiam… tubuhku jadi sangat lemas mendengar cerita Mei.

“El, jangan diem aja kalo mau nangis, nangis aja gak apa-apa" sambil mengusap rambutku.

“Efaaan !!!!!!!!!!. Kenapa secepat ini, Mei… Aku belum bisa ngebahagiain diaa” 

Aku nangis sejadi-jadinya. menyesal, dan kecewa kenapa di saat terakhirnya aku gak ada di sampingnya…. Andai saja waktu itu aku bisa menunggunya sebentar saja pasti tak akan seperti ini jadinya. Andai saja waktu aku mendengar suaranya aku mau berhenti.

Aku menerima rekaman pemberian Efan dari Mei. Setelah itu Mei mengantarku pulang. Aku masuk ke kamarku. Ku rebahkan tubuhku. Ku ambil rekaman itu dari dalam tas dan ku putar perlahan…. Ternyata itu adalah rekaman suaraku waktu dipantai di hari terakhirku bertemu dengannya. Ku dengarkan sampai selesai. Saat kata-kataku di dalam rekaman itu selesai aku meletakkan nya di dada ku. Tapi ternyata masih ada suara lagi. Ternyata Efan menambahkan isi rekaman itu denagn kata-kata miliknya.

 
"(Efan) : Eliza sayang…. mungkin memang kisah cinta kita gak sesempurna yang kita inginkan. Tapi kamu adalah yang tersempurna yang pernah aku miliki. Aku mencintai kamu melebihi diriku sendiri. Suatu saat nanti kalau kita bertemu mungkin kamu sudah mengendong buah hatimu dengan Anton yang manis-manis, dan aku akan memandang kamu dari jauh, sayang. Aku ikut tersenyum untuk kebahagiannmu. I love You My Princess…"


Ya Tuhan. Penyesalan yang teramat dalam aku rasakan sekarang…

"Efan… aku janji aku akan bahagia buat kamu. Tenang di sisiNya ya sayang. I love You My Soumate..." Ujurku pada diri sendiri dengan tangisan.

***

Dua tahun kemudian aku akhirnya wisuda. Setelah wisuda aku dinikahkan dengan Anton. Kami di karuniai 2 anak dan Anton memutuskan untuk menetap di Jerman. 


Tapi hatiku selalu untukmu, fan…selamanya kenangan akan kamu tidak akan pernah hilang di hatiku ……

Love you, Fan….